Selamatkan Dluang Ponorogo

Kertas Gedog dari Dluang Ponorogo | Images : Semua Tentang Ponorogo

PONOROGO yang dikenal sebagai kota reyog, ternyata menyimpan peninggalan budaya lain yang tak kalah unik yaitu keahlian membuat kertas daluang dan kitab kuno. Salah satu warga Ponorogo yang memiliki keahlian membuat kertas daluang tersebut adalah Cipto Wiadi.

Pada pria sederhana asal Tegalsari, Jetis, Ponorogo ini adalah turunan ketiga dari keluarga pembuat kertas gedog yang dimulai sejak 1934. Kertas daluang jenis kertas gedog ini dibuat dari kulit pohon glugu. Orang Ponorogo menyebutnya kayu jati londo atau jati merak. Kertas gedog ini dapat bertahan hingga ratusan tahun karena memiliki serat sangat kuat.

Dulu kertas-kertas tersebut digunakan untuk menulis teks bersejarah, di antaranya digunakan para kiai di pondok pesantren. Bahkan kertas gedog tersebut pernah dikirim ke Belanda digunakan sebagai bahan dasar pembuatan uang kertas. Beberapa waktu terakhir ada orang dari Turki yang memesan kertas serupa untuk digunakan sebagai kanvas atau media lukis.

Sayang, Cipto yang bekerja di Dinas Purbakala Jatim dan orangtuanya kini tak lagi memproduksi kertas gedog. Mereka hanya melayani jika ada mahasiswa atau pemerhati kertas gedog yang ingin belajar atau mengetahui proses pembuatan kertas bersejarah tersebut. Padahal kertas gedog produksi keluarga Cipto merupakan warisan sangat langka. Terlebih tak banyak lagi yang mampu membuat kertas gedog. Belum lagi pohon glugu tak bisa ditemukan di sembarang tempat.

Objek kedua yang juga berkaitan dengan naskah lama yaitu preservasi atau penyelamatan dan perawatan naskah kuno. Preservasi naskah lama ini ada di Tegalsari hasil tulis tangan Kiai Ageng Muhammad Hasan Besari, pendiri pondok pesantren Tegalsari, Ponorogo. Kitab tersebut berumur lebih dari 200 tahun dan kini mulai rusak karena tak terawata bahkan mulai dimakan rayap.

Seiring perkembangan zaman, di era digital ini kertas tak lagi primadona. Terlebih kertas sejenis daluang. Pembuatan kertas gedog pun ditinggalkan. Naskah-naskah kuno pun tak banyak diperhatikan apalagi dikaji. Padahal dari naskah-naskah kuno tersebut tersimpan warisan bangsa dan rekam jejak sejarah bangsa Indonesia.

Padahal para filolog dan pemerhati naskah dunia kini sedang berburu naskah-naskah dari berbagai belahan dunia. Naskah kuno dan daluang, salah satu warisan budaya yang menunggu generasi muda untuk lebih peduli sebelum filolog negara lain memboyong dan mengaku sebagai pemiliknya!

Artikel bersumber dari : http://surabaya.tribunnews.com/2014/05/21/selamatkan-dluang-ponorogo dengan sedikit perubahan.

0 komentar:

Posting Komentar